Sabtu, 22 Oktober 2016

Misteri miringnya Menara Pisa

Menara Pisa di Italia
                Hai para Misteri Lovers, pada kesempatan ini saya akan memberikan informasi tentang sebuah bangunan yang ada di Italia, bangunan tersebut adalah Menara Pisa. Bangunan ini terkenal dengan kemiringannya, dengan kemiringannya tersebut Menara Pisa masuk salah satu dari 7 keajaiban dunia. Jika mendengar bangunan ini, pasti kalian bertanya-tanya bagaimana Menara Pisa bisa miring? Dan apakah penyebabnya?. Nah, disini saya akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kalian. Yukk  simak . . ..
                Menara Pisa adalah salah satu bangunan yang ada di Italia. Sesungguhnya bangunan ini adalah menara lonceng yang berdiri tegak, sama seperti menara lonceng yang lain. Menara Pisa dibangun melalui tiga tahap dalam waktu kira-kira 200 tahun. Pada tahap pertama dilakukan pada tahun 1178, saat itu Menara Pisa diarsiteki oleh Bonanno Pisano yang berhasil membangun tiga tingkat. Kenapa hanya tiga tingkat? Karena pada saat membangun tingkat yang ketiga, bangunan tersebut mulai miring, sehingga pembangunan dihentikan selama kira-kira 100 tahun. Setelah lama tidak dibangun, akhirnya pada tahun 1272 kembali dibangun (tahap kedua). Pada saat itu, Menara Pisa dibangun oleh Giovanni di Simone, beliau melanjutkan sampai empat tingkat dengan kemiringan yang berlawanan dengan kemiringan yang sebelumnya, dengan tujuan supaya bangunan tersebut kembali berdiri tegak seperti rancangan awal. Lalu apa hasilnya? Hasilnya tidak merubah kondisi bangunan tersebut, dan akhirnya pembangunan berhenti kembali. Dan akhirnya, pada tahun 1350 (tahap ketiga), Menara Pisa dibangun kembali oleh Andrea Pisano. Dengan desain ala Roma, dia membangun ruang lonceng pada bagian paling atas. Akhirnya Menara Pisa berhasil dibangun dan masih berdiri kokoh sampai sekarang. Kata para ahli, Menara Pisa hanya bisa bertahan sampai 200-300 tahun lagi.
Tingkat Menara Pisa
                Penyebab dari miringnya Menara Pisa ini dikarenakan struktur tanah yang tidak stabil di bagian pondasi serta bahan dasar bangunan yang memiliki bobot yang berat sehingga bisa sampai miring. Dengan penyebab tersebut pondasi dari Menara Pisa amblas sampai 3 meter.
Perbaikan Menara Pisa
                Ternyata, Menara Pisa pernah mengalami perbaikan dengan upaya mengganti topangan menara dengan sebuah balok dan beton yang ditahan dengan kabel baja. Dan pada tahun 1999, dilakukan perbaikan final untuk menstabilkan menara dengan melakukan penggalian tanah di bawah pondasi menara dengan tujuan memaksa menara lebih rendah sehingga mengurangi sudut kemiringannya.

                Sekian informasi dari saya, semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi para Misteri Lovers.




Selasa, 16 Agustus 2016

Benua Atlantis Yang Hilang Itu Ternyata . . .

Benua Atlantis Yang Hilang Itu Ternyata Indonesia.

Berikut adalah fakta-fakta/pendapat dari dua orang ilmuan dari Brazil yang berbeda pendapat, bahkan ada juga profesor dari Indonesia sendiri yang berpendapat dan membuat misteri ini menjadi semakin kuat. Yukk simak artikel berikut...



Bencana alam beruntun yang dialami Indonesia mulai dari tsunami di Aceh hingga yang mutakhir semburan lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu mengingatkan kita pada peristiwa serupa di wilayah yang dikenal sebagai Benua Atlantis. Apakah ada hubungan antara Indonesia dan Atlantis?

Plato (427 – 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.

Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato‘s Lost Civilization. Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.

Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah Nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.

Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene) dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air yang berasal dari mencairnya es. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saaitu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh. Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking.

Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantaibenua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.

Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, ”Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”

Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.

Kini Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat  mengatasinya.

Semoga bermanfaat . . . :)