Benua
Atlantis Yang Hilang Itu Ternyata Indonesia.
Berikut
adalah fakta-fakta/pendapat dari dua orang ilmuan dari Brazil yang berbeda
pendapat, bahkan ada juga profesor dari Indonesia sendiri yang berpendapat dan
membuat misteri ini menjadi semakin kuat. Yukk simak artikel berikut...
Bencana
alam beruntun yang dialami Indonesia mulai dari tsunami di Aceh hingga yang
mutakhir semburan lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu mengingatkan kita pada
peristiwa serupa di wilayah yang dikenal sebagai Benua Atlantis. Apakah
ada hubungan antara Indonesia dan Atlantis?
Plato
(427 – 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai
letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan
banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian
itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.
Penelitian
mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu
adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian
selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally
Found, The Definitifve Localization of Plato‘s Lost Civilization. Santos
menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam,
gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis
itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia,
menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di
Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Bukan
kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi
Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan perairan pedalamannya
merupakan kesatuan wilayah Nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi
Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan
ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua
yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti
halnya sekarang.
Santos
menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang
membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra,
Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang
sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi
yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama
Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Teori
Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat
letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu
sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era
Pleistocene) dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara
bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka
tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air yang berasal dari mencairnya
es. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/
Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk
Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada
saaitu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau
(Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta
membentuk selat dataran Sunda.
Atlantis
berasal dari bahasa Sanskrit Atala,
yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol).
Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari
peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan
lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik
sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh
satu samudera (ocean) secara menyeluruh. Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang
berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang
oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo,
Einstein, dan Stephen Hawking.
Santos
berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu
berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi
itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga
luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut
membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit
bumi di dasar samudera, terutama pada pantaibenua. Tekanan ini mengakibatkan
gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian
secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos
menamakannya Heinrich Events.
Dalam
usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato
telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang
katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di
Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika
Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua
yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang
berkata, ”Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada
Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Namun,
ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat.
Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan
oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah
atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah
Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi,
Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah
atau sedang aktif kembali.
Ketiga,
soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur
air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke
dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam
yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa
dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau
dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing,
penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah
tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur
panas dari masa yang lampau.
Kini
Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis tentu
harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam
pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban
dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami
oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat
mengatasinya.
Semoga
bermanfaat . . . :)